ETIKA PEMERINTAHAN
Setelah membahas etika sebagai tinjauan dan perilaku etika dalam bisnis kali
ini kita akan membahas mengenai etika politik dan etika pemerintahan. Etika
Politik Secara subtantif pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan
subyek sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik
berkait erat dengan bidang pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan
bahwa pengertian moral senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subyek
etika. Maka kewajiban moral dibedakan dengan pengertian kewajiban-kewajiban
lainya, karena yang dimaksud adalah kewajiban manusia sebagai manusia. Walaupun
dalam hubunganya dengan masyarakat bangsa maupun negara, Etika politik tetap
meletakkan dasar fundamental manusia sebagai manusia. Dasar ini lebih
meneguhkan akar etika politik bahwa kebaikan senantiasa didasarkan kepada
hakikat manusia sebagai makhluk yang beradab dan berbudaya. Sementara itu etika
pemerintahan merupakan bagian dari praktek yurisprudensi atau filosofi hokum
yang mnegatur operasi dari pemerintah dan hubungannya dengan orang orang dalam
pemerintahan. Prinsip prinsip etika harus disesuaikan dengan keadaan, waktu,
dan tempat. Prinsisp prinsip etika yang bersifat authority, yang bersifat
perintah menjadi suatu peraturan sehingga kadang kadang merupakan atribut yang
tidak bisa dipisahkan. Berikut terdapat Pendekatan filsafat terhadap etika
pemerintahan Negara ;
1. Filsafat
Idealisme Sokrates( 470-399 sM ) bahwa kebenaran dan kebaikan nilai
obyektif yang harus dijunjung tinggi oleh semua orang.
2. Filsafat Idealisme
dari Plato (namanya aslinya Aristokles, 427-347sM ). Kebenaran sejati apa yang
tergam-bar dalam ide. “ Pemerintahan Negara Ideal adalah komunitas etical untuk
mencapai kebajikan dan kebaikan”.
3. Filsuf Idealisme
Thomas Hobbes ( 1588-1679 ) bahwa terkenal dengan Teori Perjanjian Sosial dalam
pemerintahan, Kedaulatan kekuasaan absulut dan abadi, kekuasaan itu tertinggi
dibatasi dengan UU.
4. Filsuf Idealisme
John Locke ( 1632-1707 ) dengan Teori Perjanjian bahwa kebahagiaan
dan kesusilaan dihubungkan dengan peraturan yaitu : perintah Tuhan, UU Negara
dan hukum pendapat umum dengan prinsip liberty, eguality dan
personality.
5. Filsuf Reusseauu
dengan teori “ Contract Social “ . Manusia mempunyai kekuasaan
dan hak secara kodrat, kekuasaan negara berasal dari negara dan negara berasal
dari rakyat. Intinya pemerintah yang berkuasa tidak monarkhi absolut.
6. Filsuf
Hegel dengan metode dialektika tentang pemerintahan negara bahwa : negara
penjelmaan dari ide, rakyat ada demi negara agar ide kesusilaan, negara
mempunyai hukum tertinggi terhadap negara bagi kebahagiaan rakyat
Etika
pemerintahan disebut selalu berkaitan dengan nilai-nilai keutamaan yang
berhubungan dengan hak-hak dasar warga negara selaku manusia sosial (mahluk
sosial). Nilai-nilai keutamaan yang dikembangkan dalam etika pemerintahan
adalah :
1.
Penghormatan terhadap hidup manusia dan HAM lainnya.
2.
kejujuran baik terhadap diri sendiri maupun terhadap manusia lainnya(honesty).
3.
Keadilan dan kepantasan merupakan sikap yang terutama harus diperlakukan
terhadap orang lain
4. kekuatan
moralitas, ketabahan serta berani karena benar terhadap godaan(fortitude).
5.
Kesederhanaan dan pengendalian diri (temperance).
6.
Nilai-nilai agama dan sosial budaya termasuk nilai agama agar manusia harus
bertindak secara profesionalisme dan bekerja keras.
Karena
pemerintahan itu sendiri menyangkut cara pencapaian negara dari prespekti
dimensi politis, maka dalam perkembangannya etika pemerintahan tersebut
berkaitan dengan etika politik. Etika politik subyeknya adalah negara,
sedangkan etika pemerintahan subyeknya adalah elit pejabat publik dan staf
pegawainya.
PATOLOGI ETIKA
PEMERINTAHAN PEMERINTAHAN
Patologi berupa hambatan atau penyakit dalam pemerintahan pemerintahan sifatnya
politis, ekonomis, sosio-kultural, dan teknologikal.
Patologi pemerintahan
dalam etika pemerintahan berupa :
1) Patologi akibat persepsi, perilaku dan gaya
manajerial berupa : penyalah-
gunaan wewenang, statusquo, menerima sogok, takut perubahan dan inovasi,
sombong menghindari keritik, nopoteisme, arogan, tidak adil, paranoia,
otoriter,
patronase, xenopobia dsb;
2) Patologi akibat pengetahuan dan keterampilan
berupa : puas diri, tidakteliti,
bertindak tanpa
berpikir, counter produktif, tidak mau berkembang/belajar, pasif,
kurang prakarsa/inisiatif, tidak produktif, stagnasi dsb.
3) Patologi karena tindakan melanggar hukum
berupa : markup, menerima
suap, tidak jujur, korupsi, penipuan, kriminal, sabotase, dsb.
4) Patologi akibat keprilakukan berupa :
kesewenangan, pemaksaan, konspirasi,
diskriminasi, tidak sopan, kerja legalistik, dramatisiasi, indisipliner,
inersia, tidak
berkeprimanusiaan, negatifisme, kepentingan sendiri, non profesional,
vested
interest, pemborosan dsb.
5) Patologi akibat sitasi internal berupa :
tujuan dan sasaran tidak efektif dan
efisien, kewajiban sebagai beban, eksploitasi, eksstrosi/pemerasan, pengangguran terselubung, kondisi kerja yang
tidak nyaman, tidak adan kinerja, miskomunikasi dan informasi, spoil sisten,
oper personil
dsb.
Kesimpulan :
Jadi, terdapat 6 butir Pendekatan
filsafat terhadap etika pemerintahan Negara. Etika pemerintahan disebut selalu
berkaitan dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hak-hak dasar
warga negara selaku manusia sosial (mahluk sosial
Sumber :
http://prianirini.blogspot.com/2014/01/etika-pemerintahan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar